Gangguan Kepribadian menurut Theodore Millon
Gangguan
kepribadian
adalah pola perilaku atau cara berhubungan dengan orang lain yang benar-benar
kaku. Kekakuan tersebut menghalangi mereka untuk menyesuaikan diri terhadap
tuntutan eksternal; sehingga pola tersebut pada akhirnya bersifat self-defeating. Trait-trait kepribadian yang terganggu menjadi jelas di masa remaja
atau awal masa dewasa dan terus berlanjut di sepanjang kehidupan dewasa,
semakin mendalam dan mengakar sehingga semakin sulit untuk diubah. Tanda-tanda
peringatan akan adanya gangguan kepribadian dapat dideteksi pada masa
kanak-kanak, bahkan pada perilaku bermasalah dari anak-anak prasekolah.
Anak-anak dengan gangguan psikologis atau perilaku bermasalah di masa
kanak-kanaknya, seperti gangguan tingkah laku, depresi, kecemasan, dan
ketidakmatangan, lebih besar resikonya dibandingkan resiko rata-rata untuk
mengembangkan gangguan kepribadian di kemudian hari (Berstein dkk.,1996; Kasen
dkk., 2001). Gangguan kepribadian tampaknya menjadi lebih umum terjadi, survei
komunitas menunjukan bukti akan adanya satu atau lebih gangguan kepribadian
(Torgesen, Kringlen, & Cramer, 2001)
Terlepas dari konsekuensi
perilaku mereka yang bersifat self-defeating,
orang dengan gangguan kepribadian pada umumnya tidak merasa perlu untuk
berubah.
Menurut Millon, ada tiga
polarisasi yang mendasari terjadinya perilaku yaitu :
-
Mengejar kesenangan dan menghindari kesakitan
-
Pasif (bersifat akomodasi) dan aktif memodifikasi lingkungan
-
Berorientasi pada diri (self) dan berorientasi pada lingkungan (the
other)
B. Gangguan Kepribadian yang Ditandai oleh Perilaku Dramatis, Emosional,
atau Eratik
Kelompok
gangguan kepribadian ini mencakup antisosial, histirionik,narsistik, dan
gangguan kepribadian ambang. Pola perilaku dari berbagai tipe ini adalah
berlebih-lebihan, tidak dapat diramalkan, atau self-centered. Orang dengan
gangguan ini memiliki kesulitan untuk membentuk dan membina hubungan.
1.
Gangguan Antisosial
Etiologi :
anak-anak yang diabaikan, dan bahkan sering menunjukan sikap permusuhan dengan
orang tua mereka.
Tindakan yang diekspresikan : impulsif : tidak sabaran dan pemarah,
kegiatannya bersifat spontan dan tergesa-gesa, terburu-buru, berpandangan
dangkal, tidak hati-hati, tidak memiliki perencanaan atas
aktivitasnya, dan perilakunya tanpa mempertimbangkan alternatif maupun
konsekuensi yang lebih jauh atas tindakannya.
Perilaku interpersonal : tidak
bertanggung jawab : s tidak dapat dipercaya, gagal dlm mengambil tanggung-jawab
sebagai pribadi dalam setting perkawinan, sebagai orang tua, sebagai pekerja,
atau hal yg berkaitan dengan finansial, aktif memperlihatkan suatu tindakan
kekerasan dan pelanggaran hukum.
Kognitif style : deviant
:
memandang dan menafsirkan kejadian-kejadian di dalam hubungannya dengan orang
lain secara tidak bermoral, dan cenderung menghina dan mengabaikan
aturan-aturan sosial yang berlaku.
Mekanisme regulasi : acting
out :
subyek akan semakin meningkat ketegangan-ketegangannya, jika menangguhkan untuk
mengekspresikan pemikiran-pemikiran dalam bentuk menyerang orang lain atau
mengekspresikan kedengkian terhadap orang lain; secara sosial impuls-impuls
buruk pada diri mereka tidak dapat diubah ke dalam bentuk sublimasi, tetapi
lebih mudah untuk diekspresikan secara langsung, tanpa disertai rasa salah.
Self image : otonom
: memandang diri sebagai orang yang terkekang oleh kebiasaan-kebiasaan sosial
maupun kesetiaan untuk pengendalian pribadinya; mereka menilai citra diri dan
kesenangannya kearah kebebasan, dan tidak merasa terbebani, atau terikat oleh
seseorang, oleh tempat, atau tanggung jawab, kegiatan-kegiatan rutin lainnya.
Gambaran tentang objek : rebellious
:
menggambarkan kondisi internal yang bercampur baur antara pembalasan, perasaan
dendam dan impuls-impuls kegelisahan; kondisi inilah yang telah mendorong
mereka untuk membantah adat-istiadat atau kebudayaan yang tidak dapat
dipungkirinya, serta mereka menunjukkan cenderung untuk merendahkan nilai-nilai
sosial, dan menyangkal nilai-nilai sosial yang dihasilkan masyarakat.
Morphologic : unbounded
:
mengambarkan kondisi internal untuk melakukan pertahanan diri atas
kekurangan-kekurangannya dengan sikap dan dorongan yang sangat kuat untuk
melanggar aturan, disertai ambang toleransi frustrasi yang rendah, dan sedikit
kemampuan sublimasi untuk mengekspresikan pengekangan diri.
Mood / temperamen : callous
:
ditunjukan dengan sifat-sifat tidak sensitif, tidak adanya empatik, berdarah
dingin, tidak ramah, tidak adanya penyesalan, kasar dan tidak sopan, kejam,
tidak peduli terhadap kesejahteraan orang lain.
Orang dengan gangguan kepribadian antisosial secara persisten melakukan pelanggaran terhadap
hak-hak orang lain dan sering melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan
konvensi sosial,impulsif, serta gagal membina komitmen interpersonal dan
pekerjaan. Meski demikian, mereka sering menunjukan karisma dalam penampilan
luar mereka dan paling tidak memiliki intelegensi rata-rata (Cleckley, 1976).
Mungkin ciri yang paling menonjol dari mereka adalah tingkat kecemasan yang
rendah ketika berhadapan dengan situasi yang mengancan dan kurangnya rasa
bersalah atau penyesalan atas kesalahan yang merela lakukan. Hukuman tampaknya
hanya memiliki sedikit dampak, bila ada, pada perilaku mereka. Meski orang tua
dan orang lain biasa menghukum mereka untuk kesalahan yang mereka lakukan,
mereka tetap menjalani kehidupan yang tidak bertanggung jawab dan impulsif.
Walaupun perempuan lebih
cenderung untuk mengembangkan gangguan kecemasan dan depresi dibanidngkan
laki-laki, laki-laki lebih cenderung menerima diagnosis gangguan kepribadian
antisosial dibandingkan perempuan (Robins, Locke, & Reiger, 1991). Tingkat
prevalensi untuk gangguan ini dalam sampel komunitas berkisar antara 3% sampai
6% pada laki-laki dan sekitar 1% pada perempuan (APA,2000; Kessler dkk., 1994).
Untuk mendapatkan diagnosis gangguan kepribadian antisosial, orang tersebut
paling tidak harus berusia 18 tahun. Diagnosis alternatif yang berupa gangguan
tingkah laku dapat dikenakan pada orang yang lebih muda. Banyak anak dengan
gangguan tingkah laku ang tidak berlanjut menunjukan perilaku antisosial ketika
dewasa.
Kita dulu pernah menggunakan
istilah psikopat dan sosiopat untuk menunjukan tipe orang yang kini termasuk
dalam kepribadian antisosial, orang dengan perilaku tidak bermoral dan asosial,
impulsif, serta kurang memiliki penyesalan dan rasa malu. Sejumlah klinisi
terus menggunakan istilah-istilah ini secara bergantian dengan istilah
kepribadian antisosial. Akar dari kata psikopat berfokus pada gagasan bahwa ada
sesuatu yang tidak benar (patologis) pada fungsi psikologis individu. Sedangkan
akar dari kata sosiopat berpusat pada deviasi (penyimpangan) sosial orang
tersebut.
Pola perilaku yang menandai
gangguan kepribadian antisosial dimulai dari masa kanak-kanak atau remaja dan
berlanjut hingga dewasa. Namun demikian, perilaku antisosial dan kriminal yang
terkait dengan gangguan ini cenderung menurun sesuai usia, dan mungkin akan
menghilang pada saat orang tersebut mencapai umur 40 tahun. Namun, tidak
demikian denga trait kepribadian yang mendasari gangguan antisosial-tait
seperti egosentrisitas; manipulatif; kurangnya empati; kurangnya rasa bersalah
atau penyesalan; dan kekejaman pada orang lain. Hal-hal tersebut relatif stabil
meski terdapat penambahan usia (Harpur& Hare, 1994).
Faktor-faktor sosiokultural dan Gangguan
kepribadian Antisosial Gangguan
keribadian antisosial terjadi pada semua ras dan kelompok etnik. Peneliti tidak
menemukan bukti perbedaan etnik atau ras dalam hal tingkat prevalensi gangguan
(Robind, Tipp, & Przybeck, 1991). Namun gangguan ini lebih umum terjadi
dalam kelompk sosial ekonomi yang lebih rendah. Salah satu penjelasannya,
adalah bahwa orang dengan gangguan kepribadian antisosial kemungkinan mengalami
penurunan dalam hal pekerjaan, mungkin karena perilaku antisosial mereka
membuat mereka sulit untuk memiliki pekerjaan yang tetap atau meningkatkan
karier. Mungkin juga bahwa orang dari tingkat sosial ekonomi yang lebih rendah
lebih cenderung untuk diasuh oleh orang tua yang memberi panutan perilaku
antisosial. Bagaimanapun, bisa juga terjadi bahwa diagnosis ini teah diberikan
secara keliru pada orang yang hidup dalam komunitas keras yang mungkin
menunjukan perilaku antisosial sebagai sebuah strategi pertahanan hidup
(APA,2000).
Ciri-ciri umum dari orang dengan gangguan
kepribadian antisosial, yaitu
mencakup kegagalan untuk patuh pada
norma sosial, tidak bertanggung jawab, tidak mau berusaha dan tidak memiliki
rencana atau tujuan jangka panjang, perilaku yang impulsif, benar-benar tidak
patuh pada hukum, melakukan kekerasan, tidak memiliki pekerjaan dalam waktu yang
lama, meiliki masalah perkawinan, kurangnya rasa penyesalan atau empati,
penyalahgunaan obat, riwayat alkoholisme, serta tidak menghargai kebenaran dan
perasaan juga kebutuhan orang lain ( Patrick, Cuthbert, & Lang, 1994;
Robins dkk., 1991). Perilaku tidak bertanggung jawab juga dapat dilihat dari
riwayat pribadi yang ditandai oleh ketidakhadiran di tempat kerja berulang kali
tanpa alasan, meninggalkan pekerjaan tanpa memiliki cadangan pekerjaan di
tempat lain, atau tidak bekerja dalam jangka watu yang panjang meski tersedia
kesempatan kerja. Perilaku tidak bertanggung jawab meluas hingga ke masalah
keuangan, di mana terdapat kemungkinan kegagalan berulang untuk membayar
hutang, untuk membiayai anak, atau untuk memenuhi tanggung jawab keuangan
terhadap keluarga atau orang yang bertanggung padanya. Ciri diagnostik dari
gangguan kepribadian antisosial, sebagaimana ditentukan dalam DSM, ditunjukan
dalam tabel berikut :
Ciri-ciri
Diagnostik dari Gangguan Kepribadian Antisosial
|
a) Paling tidak berusia 18 tahun
|
b)
Ada bukti gangguan perilaku sebelum usia 15
tahun, ditunjukan dengan pola perilaku seperti membolos, kabur, memulai
perkelahian fisik, menggunakan senjata, memaksa seseorang untuk melakukan
aktivitas seksual, kekejaman fisik pada orang atau binatang, merusak atau
membakar bangunan secara sengaja, berbohong, mencuri, atau merampok.
|
c) Sejak usia 15 tahun menunjukan kepedulian yang
kurang dan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain, yang ditunjukan oleh
beberapa perilaku sebagai berikut :
|
1) Kurang patuh terhadap norma sosial dan peraturan
hukum, ditunjukan dengan perilaku melanggar hukum yang dapat atau tidak dapat
mengakibatkan oenahanan, seperti merusak bangunan, terlibat dalam pekerjaan
yang bertentangan dengan hukum, mencuri atau menganiaya orang lain.
|
2) Agresif dan sangat mudah tersinggung saat
berhubungan dengan orang lain, ditunjukan dengan terlibat dalam perkelahian
fisik dan menyerang orang lain secara berulang, mungkin termasuk penganiayaan
terhadap pasangan atau anak-anak.
|
3) Secara konsisten tidak bertanggung jawab,
ditunjukan dengan kegagalan mempertahankan pekerjaan karena ketidakhadiran
berulang kali, keterlambatan, mengabaikan kesempatan kerja atau memperpanjang
periode pengangguran meski ada kesempatan kerja; dan/atau kegagalan mematuhi
tanggung jawab keuangan seperti gagal membiayai anak-anak atau membayar
hutang; dan/atau kurang dapat bertahan dalam hubungan monogami.
|
4) Gagal membuat perencanaan masa depan atau
impulsivitas, seperti ditunjukan oleh perilaku berjalan-jalan tanpa pekerjaan
atau tujuan yang jelas.
|
5) Tidak menghormati kebenaran, ditunjukan dengan
berulang kali berbohong, memperdaya, atau menggunakan orang lain untuk
mencapai tujuan pribadi atau kesenangan.
|
6) Tidak menghargai keselamatan diri sendiri atau keselamatan
orang lain, ditunjukan dengan berkendara saat mabuk atau berulang kali
mengebut.
|
7) Kurangnya
penyesalan atas kesalahan yang dibuat, ditunjukan dengan ketidakpedulain akan
kesulitan yang ditimbulkan pada orang lain, dan/atau membuat alasan untuk kesulitan
tersebut.
|
Sumber Diadaptasi dari DSM-IV-TR (APA,2000)
|
2.
Gangguan Kepribadian Histirionik
Etiologi : anak-anak
yang sedikit memperoleh punishment dan sangat banyak memperoleh reward.
Tindakan-tindakan yang diekspresikan : afektif:
menunjukkan reaksi yang sangat berlebihan, cenderung mencari stimulasi dan
perhatian orang lain melalui tindakan impulsivitas; menunjukkan kemampuan
berfikir rendah, reaksi-reaksi lebih bersifat teatrikal, dan menunjukkan
kegemaran untuk memperoleh kegembiraan sesaat, maupun mencapai keuntungan dan
kesenangan yang cepat.
Perilaku interpersonal : genit
: aktif mencari pujian dengan memanipulasi orang lain untuk memperoleh
keuntungan yang dibutuhkan, atau untuk memperoleh ketentramam hatinya; individu
ini cenderung mencari perhatian dan persetujuan orang lain; dia sangat
bergantung pada orang lain, dan cenderung mendramatisasi diri, serta menunjukan
kegairahan yang tinggi.
Kognitif style : bertingkah
laku tidak karuan (flighty): menghindari instrospeksi atas perilakunya, dan
lebih tertarik pada kejadian luar yang sesaat, dan dengan perhatian yang cepat
berlalu; serta rendahnya kemampuan untuk mengintegrasikan
pengalaman-pengalamannya yang diperoleh, sebagai akibat tidak terfokusnya
perhatian terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapinya.
Mekanisme regulasi : disosiasi:
mengatur tampilan dirinya dengan menciptakan suatu keberhasilan sosial yang
atraktif, tetapi perubahannya berlangsung secara tiba-tiba: melalui pengalihan
diri untuk menghindari dan mengintegrasikan pemikiran dan emosi yang tidak
menyenangkan.
Self image : sociable:
memandang diri mudah bergaul, menarik dan manis, menggambarkan citra diri
sebagai teman yang menarik dan menyenangkan serta sibuk untuk membujuk orang
lain dengan orientasi pada kehidupan sosial yang menyenangkan.
Gambaran tentang objek : swallow:
menggambarkan kondisi internal yang sebagian besar tidak mendalam (superficial),
serta afeks yang tidak menyatu dengan ingatan-ingatan, maupun
konflik-konfliknya, serta lebih menuruti dorongan dan mekanisme yang tidak
substansial.
Gambaran tentang objek : swallow:
menggambarkan kondisi internal yang sebagian besar tidak mendalam (superficial),
serta afeks yang tidak menyatu dengan ingatan-ingatan, maupun
konflik-konfliknya, serta lebih menuruti dorongan dan mekanisme yang tidak
substansial.
Mood / temperamen : fickle:
menunjukkan kehidupan yang dramatis dengan emosi yang dangkal; aktivitasnya
berlebihan, tidak sabaran, mudah mencari perhatian dan mudah marah atau bosan.
Gangguan kepribadian histirionik melibatkan emosi yang berlebihan dan kebutuhan yang
besar untuk menjadi pusat perhatian. Istilah ini berasal dari bahasa latin histrio, yang berarti “aktor”. Orang
dengan gangguan kepribadian histirionik cenderung dramatis dan emosional, namun
emosi mereka tampak dangkal, dibesar-besarkan, dan muda berubah. Gangguan ini
sebelumnya disebut juga sebagi kepribadian
histerikal. Contoh kasus berikut mengilustrasikan perilaku dramatis yang
berlebihan yang merupakan ciri khas dari seseorang dengan gangguan kepribadian
histirionik:
Sebuah kasus Ganggaun kepribadian Histironik
Marcella adalah seorang perempuan
berusia 36 tahun, menarik, tapi berdandan secara berlebihan. Ia mengenakan
celana ketat dan sepatu tumit tinggi. Rambutnya diatat seperti sarang burung yang
populer saat ia remaja. Kehisupan sosialnya tamak melambung dari satu hubungan
ke hubungan yang lain, dari krisis ke krisis. Pada saat ini, Marcella mencari
bantuan psikolog dikarenakan anaknya yang berusia 17 tahun, Nancy,baru saja
masuk rumah sakit akibat menyayat pergelangan tangannya Nancy tinggal bersama
Marcella dan pacar terkahir Marcella, Moris, dan terjadi perdebatan terus
menerus di dalam apartement tersbeut. Marcella menceritakan perselisihan yang
terjadi secara dramatis, mengayunkan tangannyam menggemerincingkan
gelang-gelang di lengannya, dan kemudian mendekap dadanya. Sulit tinggal
bersama Nancy di rumah karena Nancy memiliki selera tinggi, “selalu mencari
perhatian,” dan menggoda Morris sebagai cara untuk “menunjukan keremajaannya.”
Marcella meihat dirinya sebagai ibu yang penuh kasih dan menyangkal segala
kemungkinan ia bersaing dengan anaknya.
Marcella datang untuk beberapa sesi, di
mana pada dasarnya ia mengeluarkan perasaannya dan ia terdorong untuk membuat
keputusan yang akan mengurangi tekanan yang terdapat anatara dirinya dan anak
perempuannya. Di akhir setiap sesi ia berkata. “Saya merasa jauh lebih baik”
dan sangat berterima kasih pada psikolognya. Saat menyudahi
“terapi”, dia mengambil tangan psikolog dan menggenggam penuh karisma. “Terima kasih banyak, Dokter,” katanya dan keuarlah ia.
“terapi”, dia mengambil tangan psikolog dan menggenggam penuh karisma. “Terima kasih banyak, Dokter,” katanya dan keuarlah ia.
Penggantian histerikal
menjadi histirionik dan perubahan yang terkait dengan akar kata hysteria
(berarti “rahim”) menjadi histirio memungkinkan pada para profesional untuk
menjaga jarak dari gagasan bahwa ganggyan ini secara kompleks berhubungan
dengan menjadi perempuan. Gangguan ini di diagnosis lebih sering pada perempuan
daripada laki-laki (Hartung & Widiger, 1998), meski sejumlah penelitian
dengan menggunakan metode wawancara
terstruktur menemukan tungkat kemunculan yang serupa antara laki-laki
dan perempuan (APA,2000). Apakah kesenjangan gender dalam praktik klinis
mencerminkan perbedan sesungguhnya pada jumlah pokok gangguan atau tidak,
ataukah terdapat bias diagnostik atau adanya faktor lain yang tidak diketahui,
tetapi menjadi pertanyaan (Corbitt & Widiger, 1995).
Meski keyakinan lama di
antara para klinisi menyatakan bahwa kepribadian histirionik erat kaitannya
dengan gangguan konversi, peneliti belum dapat mengungkap hubungan ini (Kellner,1992).
Orang dengan gangguan konversi sebetulnya lebih cenderung untuk menunjukan
ciri-ciri gangguan kepribadian dependen daripada gangguan kepribadian
histirionik.
Orang dengan kepribadian
histirionik bisa merasa kecewa dalam pengertian yang tidak umum karena kabar
mengenai suatu kejadian yang menyedihkan dan membatalkan rencana untuk sore
hari, membuat teman-temannya menjadi tidak nyaman. Mereka dapat menunjukan
keriangan yang berlebihan saat bertemu dengan seseorang atau menjadi sangat
marah saat seseorang tidak menyadari gaya rambut mereka yang baru. Mereka daoat
pingsan saat melihat sedikit darah atau merona pada hal-hal yang tidak sopan.
Mereka cenderung menuntut agar orang lain memenuhi kebutuhan mereka akan
perhatian dan berperan sebagai korban saat orang lain mengecewakan mereka. Bila
mereka merasa demam, mereka akan mendesak agar orang lain segera meninggalkan
segala aktivitas dan segera membawa mereka ke dokter. Mereka cenderung
self-centered dan tidak toleran terhada penundaan kesenangan; mereka ingin apa
yang mereka inginkan saat mereka menginginkannya. Mereka cepat bosan dengan
rutinitas dan haus akan hal-hal yang baru dan stimulasi. Mereka tertarik pada
mode. Orang lain memandang mereka sebagai menyombongkan diri atau sedang
berakting, meski mereka menunjukan pesona tertentu. Mereka memasuki ruangan
dengan penuh gaya dan menceritakan pengalaman mereka dengan elegan. Meskipun
demikian, bila ditekan untuk menceritakan hal yang detail, mereka gagal untuk
menjelaskan kisah mereka secara spesifik. Mereka cenderung menggoda dan merayu
namun terlalu terikat pada diri sendiri untuk dapat mengambangkan hubungan
dekat atau memiliki perasaan yang mendalam terhadap orang lain. Sebagai
hasilnya, hubungan mereka cenderung naik turun dan sangat tidak memuaskan.
Mereka cenderung menggunakan penampilan fisik mereka sebagai cara untuk menarik
perhatian. Pria dengan gangguan ini mungkin bertindak dan berbusana dengan gaya
yang sangat “macho” untuk menarik perhatian; sedangkan yang perempuan akan
memilih busana feminim, banyak hiasannya. Kilau menutupi tubuh.
Orang dengan kepribadian
histirionik kemungkinan tertarik pada profesi seperti modeling atau akting, di
mana mereka dapt mendominasi lampu sorot. Meski tamapk suskses di luar,
sebenarnya mereka memiliki self-esteem yang kurang dan sedang berjuang untuk
memberi kesan pada orang lain dengan tujuan meningkatkan self-worth mereka.
Bila mereka mengalami kemunduran atau kehilangan perhatian publik, keraguan
yang menyedihkan akan muncul dalam diri mereka.
3.
Gangguan kepribadian Narsistik
Etiologi : orangtua
yang memberikan penilaian yang berlebihan dan memperturutkan keinginan si anak.
Tindakan-tindakan
yang diekspresikan : arogan : memiliki
kecenderungan untuk mencemooh aturan-aturan sosial yang berlaku, menunjukkan
ketidakpedulian serta acuh tak acuh terhadap integritas personal, serta sering
mengabaikan kebenaran orang lain.
Perilaku
interpersonal : ekloitatif :
merasa diri hebat (bergelar), kurang empatik dan mengharapkan penghargaan tanpa
menerima tanggung jawab secara timbal balik, tak tahu malu untuk mengakui dan
menggunakan orang lain untuk meningkatkan diri dan memperturutkan
keinginan-keinginannya.
Kognitif
style : expansive :
terpaku dengan fantasi-fantasi yang tidak matang atas kesuksesannya, maupun
keindahan atau kecantikannya, dan melihat realitas obyektif dengan mendasarkan
ilusi diri.
Mekanisme
regulasi : rasionalisasi : menipu
diri dan berpikir secara mudah untuk mencari alasan-alasan yang masuk akal
untuk membenarkan perilaku sosialnya; dengan mencari alibi, serta untuk
menempatkan dan memusatkan perhatian pada dirinya sebagai individu yang
terbaik, meskipun dalam kenyataannya kurang atau mengalami kegagalan.
Self image : admirable
:
menampilkan kepercayaan diri tinggi, kegiatan-kegiatannya lebih dimaknakan
untuk melindungi diri dengan menampilkan prestasi; menunjukkan perasaan harga
diri tinggi, meskipun dilihat keberadaanya oleh orang lain sebagai sesuatu yang
egoistik, dan kurang memperhatikan terhadap orang lain, serta lebih menunjukkan
sikap arogansinya.
Gambaran
tentang objek : contrived (menghayal)
: menggambarkan kondisi internal dalam bentuk idea-idea dan ingatan yang dalam
kondisi yang tidak lazim atau lebih menggambarkan ilusi-ilusi tentang
kemegahan, serta adanya perpaduan antara dorongan-dorongan dan konflik-konflik,
serta kemegahan-kemegahan, jika tidak terstimulasi oleh persepsi dan
sikap-sikapnya yang cepat berubah sebagaimana kebutuhan-kebutuhan yang
dimunculkannya.
Morphologic
:
spurious
:
strategi coping dan pertahanan diri sangat tipis atau transparan, perpaduan
dinamika dan regulasi impuls sangat kecil, penyaluran kebutuhan dengan
pertahanan diri minimal, dengan menghilangkan konflik-konflik internal serta
dengan segera diselamatkan oleh kebanggaan diri yang dipertegas disertai usaha
yang lemah.
Mood/temperamen
:
insouciant
:
secara umum dicerminkan oleh sikapnya yang kurang tertantang, dingin tanpa
impresi atau optimistik tanpa didukung oleh semangat dan usahanya, kecuali
ketika kepercayaan akan narcistiknya tergoyahkan, atau di saat marah, merasa
malu atau mengalami kehampaan.
Narkissos adalah seorang pemuda
tampan yang menurut mitologi Yunani, jatuh cinta pada bayangannya sendiri.
Karena self-love-nya yang berlebihan, dalam salah satu versi dari mitologi, ia
diubah oleh para dewa menjadi bunga yang kini kita kenal sebagai narcissus.
Orang
dengan gangguan kepribadian narsisitik memiliki rasa bangga atu keyakinan yang
berlebihan terhadap diri mereka sendiri dan kebutuhan yang ekstrem akan
pemujaan. Merek membesar-besarkan prestasi mereka sendiri dan berharap orang
lain menghujani mereka dengan pujian. Mereka berharap orang lain melihat
kualitas khusus mereka, bahkan saat prestasi biasa aja, dan mereka menikmati
bersantai di bawah sinar pemujaan. Mereka bersifat self-absorbed dan kurang memiliki empati pada orang lain. Meski
mereka berbagi ciri tertentu dengan keribadian histirionik, seperti tuntutan
untuk menjadi pusat perhatian, mereka memiliki pandangan yang jauh lebih
membanggakan tentang diri mereka sendiri dan kurang melodramatik dibanding
orang yang mengalami gangguan kepribadian histirionik. Label gangguan
kepribadian ambang (BPD) terkadang dikenakan kepada mereka, namun orang dengan
gangguan kepribadian narsistik umumnya dapat mengorganisasi pikiran dan
tindakan mereka dengan lebih baik. Mereka cenderung lebih berhasil dalam karier
mereka dan lebih bisa meraih posisi dengan status tinggi dan kekuasaan.
Hubungan mereka juga cenderung lebih stabil dibanding dengan orang yang BPD.
Gangguan
kepribadian narsistik ditemukan kurang dari 1% dalam populasi umum (APA,2000).
Walaupun lebih dari setengah orang yang didiagnosis dengan gangguan ini adalah
laki-laki, kita tidak dapat mengatakan bahwa ada perbedaan gender yang mendasar
pada tingkat prevalensi dalam populasi umum. Derajat tertentu dari narsisme
dapat mencerminkan penyesuaian diri yang sehat akan rasa tidak aman, sebuah
tameng terhadap kritik dan kegagalan, atau motif untuk berprestasi (Goleman, 1988). Kualitas
narsisitik yang berlebihan dapat menjadi tidak sehat, terutama bila kelaparan
akan pemujaan menjadi keserakahan. Berikut adalah tabel yang membandingkan self-interest yang “normal” dan
narsisisme ekstrem yang self-defeating.
Ciri-ciri Self-Interest yang
Normal dibandingkan dengan Narsisisme yang Self-defeating
|
|
Self Interest yang Normal
|
Narsisme yang Self-Defeating
|
Mengahragai
pujian, namun tidak membutuhkannya untuk menjaga self-esteem.
|
Lapar akan
pemujaan; memerlukan pujian agar dapat merasa baik akan diri sendiri untuk
sementara.
|
Kadang-kadang
terluka oleh kritik
|
Merasa marah
atau hancur oleh kritik dan merasakan kesedihan yang mendalam.
|
Merasa tidak
bahagia dalam menghadapi kegagalan namun tidak merasa berharga
|
Memikul
perasaan malu dan tidak berharga setelah megalami kegagalan.
|
Merasa
“spesial” atau memiliki bakat unik
|
Merasa lebih
baik dari orang lain, dan meminta penghargaan akan kemampuannya yang tidak
dapat dibandingkan.
|
Merasa nyaman
dengan diri sendiri, bahkan saat orang lain mengkritik.
|
Perlu dukungan
terus-menerus dari orang lain untuk menjaga perasaan nyaman dan bahagia.
|
Menerima masa
lalu secara logis, meski hal tersebut menyakitkan dan dirasa tidak stabil
untuk sementara.
|
Berespons
terhadap luka kehidupan dengan depresi atau kemarahan.
|
Mempertahankan
self-esteem dalam menghadapi
ketidaksetujuan atau kritik.
|
Berespons
terhadap ketidaksetujuan atau kritik dengan hilangnya self-esteem.
|
Mempertahankan
keseimbangan emosional meski kurangnya perlakuan khusus.
|
Merasa pantas
mendapat perlakuan khusus dan menjadi sangat marah saat diperlakukan dengan
cara yang biasa.
|
Empati dan
peduli dengan perasaan orang lain.
|
Tidak sensitif
terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain; mengeksploitasikan orang lain
sampai mereka puas.
|
Sumber : Berdasarkan Goleman, 1988b, hal C1.
|
Pada
titik tertentu, self-interest
mendorong keberhasilan dan kebahagiaan. Pada kasus yang lebih ekstrem, seperti
pada narsisisme, hal itu dapat merusak hubungan dan karir.
Orang
dengan kepribadian narsistik cenderung terpaku pada fantasi akan keberhasilan
dan kekuasaan, cinta yang ideal, atau pengakuan akan kecerdasan atau
kecantikan. Mereka, seperti orang modeling, akting, atau politik. Meski mereka
cenderung membesar-besarkan prestasi dan kemampuan mereka, banyak orang dengan
kepribadian narsistik yang cukup berhasil dalam pekerjaan mereka. Namun mereka
iri dengan orang lain yang lebih berhasil. Ambisi yang serakah membuat mereka
mendedikasikan diri untuk bekerja tanpa lelah. Mereka terdorong untuk berhasil,
bukan untuk mendapatkan uang melainkan untuk mendapatkan pemujaan yang
menyertai kesuksesan.
Hubungan
interpersonal selalu berantakan karena adanya tuntutan yang dipaksakan oleh
orang dengan kepribadian narisistik kepada orang lain dan karena kurangnya
empati serta kepedulian mereka terhadap orang lain. Mereka mencari pertemanan
dengan para pemuja mereka dan sering tampak penuh karisma dan ramah serta dapat
menarik perhatian orang. Namun minat mereka pada orang lain hanya bersifat satu
sisi: Mereka mencari orang yang mau melayani minat mereka dan memelihara rasa self-importance mereka (Goleman, 1988b).
Mereka memiliki perasaan berhak yang membuat mereka merasa bisa mengekploitasi
orang lain. Mereka memperlakukan pasangan seks mereka sebagi alat untuk
kenikmatan mereka sendiri atau mendukung self-esteem mereka, sebagaimana kasus
Bill berikut ini :
Sebuah Kasus Gangguan Kepribadian narsisitik
Banyak orang setuju
bahwa Bill, bankir berusia 35 tahun, memiliki karisma tertentu. Dia cerdas,
pandai bicara, dan menarik. Dia memiliki rasa humor yang bisa menarik perhatian
orang kepadanya dalam pertemuan-pertemuan sosial. Dia selalu memposisikan
dirinya di tengah ruangan, dimana dia bisa menjadi pusat perhatian. Topik
percakapannya selalu berfokus pada “kesepakatan transaksi-transaksi:-nya, orang
“kaya dan terkenal” yang pernah ditemuinya, serta strateginya daklam
mengalahkan lawan. Proyek berikutnya selalu lebih besar dan lebih menantang
dibanding yang terakhir. Bill senang akan adanya audiensi. Wajahnya akan
terangkat saat orang lain memujinya atau memuja keberhasilan bisnisnya, yang
selalu dibesar-besarkan melebihi kondisi sebenarnya. Namun saat percakapan
berpindah ke orang lain, dia akan kehilangan minat dan meminta izin untuk
mencari minum atau menelpon mesin penjawab teleponnya. Bila nnenjadi tuan rumah
pesta, dia memakda tamunya untuk tinggal lebih lama dan merasa tersinggung bila
mereka harus pergi lebih awal; tidak menunjukan sensitivitas, atau kesadaran,
akan kebutuan teman-temannya. Beberapa teman yang ia pertahankan selama
bertahun-tahun dapat menerima Bill apa adanya. Mereka menyadari bahwa Bill perlu
memuaskan egonya atau dia akan menjadi dingin dan menjauh.
Bill juga memiliki
serangkaian hubungan romantis dengan sejumlah perempuan yang bersedia untuk
berperan sebagai pemujanya dan melakukan pengorbanan yang ia minta-untuk waktu
tertentu. Namun mereka pasti lelah dengan hubungan satu pihak atau frustasi
dengan ketudakmampuan Bill dalam membuat komitmen atau merasakan sesuatu yang
mendalam terhadap mereka. Karena kurangnya empati yang dimiliki, Bill tidak
dapat memahami perasaan orang lain dan kebutuhan mereka. Tuntutannya akan
perhatian yang terus menerus dari pemujanya bukan berasal dari keegoisannya,
namun dari kebutuhan untuk menyingkirkan perasaan tidak adekuat dan self-esteem
yang rendah. Menyedihkan, pikir teman-temannya, bahwa Bill perlu begitu banyak
perhatian dan pemujaan dari orang lain dan bahwa sebanyak apa pun prestasi yang
ia raih tidak pernah cukup untuk menenangkan keraguan dalam dirinya.
4.
Gangguan Kepribadian
Ambang
Etiologi :
parental inconsistency ; dalam bentuk berubah-ubah dari hostility dan rejection
pada satu saat dan pada saat lainnya afeksi dan cinta kasih.
Tindakan-tindakan yang diekspresikan : keras kepala :
menentang harapan dan keinginan orang lain, banyak menunda aktivitasnya, tidak
efisien dan tidak menentu, perilakunya sering menjengkelkan, menunjukkan
kepuasan yang tidak bermoral, aspirasi dan kesenangan dengan memanipulasi orang
lain.
Perilaku interpersonal : bertentangan :
mengalami banyak konflik dan sering berubah-ubah peran di dalam relasi
sosialnya, kadang-kadang terlihat dependent dan kadangkala dengan tegas
menampilkan diri sebagai individu independent. kurang toleransinya terhadap
orang lain, mudah mengekspresikan sikap negatif atau sikap bertentangan dengan
orang lain.
Kognitif style : negativistik:
menunjukkan sikap sinis , skeptis, dan kejadian-kejadian positif tidak dapat
dipercaya, tidak diyakini, dan memandang masa depan dengan penuh keragu-raguan,
serta memandang kehidupan orang lain dengan penuh kebencian, serta kecenderungan
untuk mengekspresikan penghinaan dan sindiran yang pedas untuk memperoleh
keuntungan yang baik bagi dirinya.
Mekanisme regulasi : displacement
: mengekspresikan kemarahan dan
permasalahan emosi terhadap orang lain secara tidak langsung atau melalui cara
menghasut, yang secara signifikan kemarahan menjadi lebih lemah kadarnya; atau
mengganti kemarahan dengan berperilaku pelupa atau menunjukkan kemalasan.
Self image : discontented
: melihat diri sebagai orang yang
tidak dipahami, tidak dihargai, dan direndahkan oleh orang lain, menunjukkan
kebencian, dan ketidakpuasan, serta kekecewaan terhadap kehidupannya.
Gambaran tentang objek : oposisi :
menggambarkan kondisi internal dengan kecenderungan-kecenderungan yang saling
bertentangan secara kompleks; kondisi ini telah mendorong tindakan-tindakan
yang tidak wajar sebagai kekuatan dari impuls-impuls ketidaksetujuan yang
terpolakan dengan meniadakan pencapaian dan kesenangannya dengan memanipulasi
orang lain.
Morphologic : divergent
: pola dari elemen-elemen internal
untuk kepentingan coping dan manuver pertahanan diri yang secara langsung
mengarah pada tujuan yang bertentangan, sebagai akibat dari banyaknyakonflik
yang tidak dapat diselesaikan secara terpadu untuk memenuhi dorongan atau
kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat diabaikan atau tidak dapat diputarbalikan.
Mood / temperamen : irritable; ditandai oleh: seringnya membandel, keras kepala, dan
mudah marah, diikuti oleh sifat yang mendongkol, moody: cerewet, tidak sabaran,
mudah kecewa oleh orang lain.
Gangguan kepribadian ambang ditandai oleh
suatu cakupan ciri perilaku, emosional, dan kepribadian (Sanislow, Grilo, &
McGlashan,2000). Pada intinya gangguan ini mencakup suatu pola pervasif dari
ketidakstabilan dalam hubungan, self-image, dan mood, serta kurangnya kontrol
dan impuls. Orang dengan gangguan kepribadian ambang cenderung tidak yakin akan
identitas pribadi mereka-nilai, tujuan, karier, dan bahkan mungkin orientasi
seksual mereka. Ketidakstabilan dalam self-image atau identitas pribadi membuat
mereka dipenuhi perasaan kekosongan dan kebosanan yang terus menerus. Mereka
tidak dapat menoleransi ide untuk berada sendirian dan akan melakukan
usaha-usaha nekat untuk menghindari perasaan ditinggalkan (Gunderson, 1996).
Ketakutan akan ditinggalkan menjadikan mereka pribadi yang melekat dan menuntut
dalam hubungan sosial mereka, namun kelekatan mereka sering kali malah
menjatuhkan orang-orang yang menjadi tumpuan mereka. Tanda-tanda penolakan
membuat mereka sangat marah, yang membuat hubungan mereka menjadi lebih jauh
lagi. Akibatnya perasaan mereka terhadap orang lain menjadi mendalam dan
berubah-ubah. Mereka silih berganti antara melakukan pemujaan yang ekstrem
(saat kebutuhan mereka terpenuhi) dengan memendam kebencian (saat mereka merasa
diabaikan). Mereka cenderung memandang orang lain sebagai semua-tentangnya-
baik atau semua-tentangnya-buruk dan berubah-ubah dengan cepat dari satu
ekstrem ke ekstrem yang lain. Sebagai hasilnya, mereka akan terbang dari satu
pasangan ke pasangan lain dalam suatu seri hubungan yang singkat dan
menggebu-gebu. Orang yang mereka puja akan diperlakukan dengan kebencian saat
hubungan berakhir atau saat mereka merasa orang tersebut gagal dalam memenuhi
kebutuhan mereka (Gunderson& Singer, 1986).
C.
Gangguan
Kepribadian yang Ditandai oleh Perilaku Aneh atau Eksentrik
1. Gangguan kepribadian Skizoid
Etiologi : iklim relasi dalam keluarga bersifat formal, dingin,
tidak menunjukkan kedekatan diantara masing-masing anggota keluarga, tidak ada
saling hubungan diantara sesama anggota keluarga.
Tindakan-tindakan yang diekspresikan : lesu, lelah, lemah,
kurang vitalitas, plegmatis, lamban, tampak terjadi penurunan pada kemampuan
aktivitasnya, ekspresi motorik berlangsung secara spontan.
Perilaku interpersonal :
menjauh dari orang lain : terlihat
bersikap acuh tak acuh terhadap orang lain, dan bahkan cenderung utk menjauhkan
diri dari orang lain; jarang menampilkan respons atau perasaannya terhadap
orang lain; minat terhadap orang lain sangat minim; rendah diri, hanya sedikit
memiliki relasi dengan orang lain, termasuk dengan keluarga maupun di
lingkungan kerja relasi sangat dangkal.
Kognitif style : miskin secara kognitif : terjadinya penurunan kemampuan
di bidang kognisi; dalam arti memiliki kemampuan rendah yang untuk dpt memahami
berbagai peristiwa yang samar-samar (ambigue). Proses berfikir tidak jelas,
disertai tingkat intelektual rendah. Komunikasi mudah tergelincir dan
kehilangan keruntutan berpikir termasuk terhadap persoalan yang mudah. Bahkan
sering berputar-putar pada penjelasan yang tidak logis.
Mekanisme regulasi : intelektualisasi : relasi
interpersonal dan pengalaman afektif sangat sederhana, ambigue, dan bersifat
impersonal atau pemaknaan lebih mekanis; perhatiannya lebih terarah pada
peristiwa sosial atau emosional yang bersifat formal dan obyektif.
Self image : complacement :
kesadaran diri dan kemampuan introspeksi minimal, secara emosional tidak mampu
untuk mengekspresikan emosi maupun pribadinya pada kehidupan sosial
sehari-harinya.
Gambaran tentang objek :
undifferented ; memiliki sedikit kemampuan artikulasi, tidak memiliki
kemampuan untuk mengintegrasikan kemampuan pengamatan dan ingatan secara
dinamik di dalam mengatasi dorongan maupun konflik-konflik sebagaimana halnya
pada individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik.
Morphologic : meager :
menggambarkan kondisi internal yang lemah, dengan dorongan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan diri lemah, disertai kemampuan untuk mengatasi
konflik-konflik internal lemah, demikian pula lemah di dalam mengatasi tuntutan
eksternal, dengan kemampuan koordinasi dan usaha yang terbatas.
Mood / temperamen :
flat : emosi hambar, dingin, dengan kualitas perasaan yang
miskin; afek lemah, jarang menunjukkan kehangatan, disertai ketidakmampuan
untuk mengalami kesenangan, atau kesedihan, dan kemarahan yang mendalam.
Isolasi sosial
adalah ciri utama dari ganggaun kepribadian skizoid. Sering kali digambarkan
sebagai penyendiri atau eksentrik, orang dengan gangguan kepribadian skizoid
kehilangan minat pada hubungan sosial. Emosi dari orang dengan kepribadian
skizoid tamak dangkal atau tumpul, namun pada derajat yang lebih rendah dibandingkan
skizofrenia. Orang dengan gangguan ini tampak jarang, bila oernah, mengalami
kemarahan, kebahagiaan, atau kesedihan yang kuat. Mereka tampak jauh dan
menjaga jarak. Wajah mereka cenderung tidak menampilkan eksoresi emosional, dan
mereka jarang bertukar senyum sosial ata salam yang disertai anggukan dengan
orang lain. Mereka tampak tidak terpengaruh terhadap kritik atau pujian dan
tampak terbungkus dalam ide-ide abstrak daripada dalam pikiran mengenai
manusia. Meski mereka lebih senang menjaga jarak dari orang lain, mereka
membina kontak yang lebih baik dengan realitas daripada orang yang menderita
skizofrenia. Prevalensi dari gangguan ini dalam populasi umum tidaklah
diketahui.
Pola kepribadian
skizoid umumnya dapat dikenali saat awal masa dewasa. Pria dengan gangguan ini
jarang berkencan atau menikah. Perempuan dengan gangguan ini cenderung menerima
ajakan romantis secara pasif dan menikah, namun mereka jarang berinsiatif untuk
membina hubungan atau mengembangkan ikatan yang kuat dengan pasangan mereka.
Akhtar (1987)
menyatakan bahwa kemungkinan terdapat kesenjangan antara penampilan luar dan
kehidupanterdalam dari orang-orang dengan kepribadian skizoid. Meski mereka
terlihat memiliki sedikit minat terhadap seks, misalnya, mereka mungkin
memiliki keinginan voyeuristik dan menjadi tertarik pada pornografi. Akhtar
juga menyatakan bahwa perilaku menjauh dan menjaga jarak sosial dari
orang-orang dengan kepribadian skizoid mungkin hanya di permukaan saja. Mereka
juga memiliki sensivitas yang kuat, rasa ingin tahu yang mendalam tentang orang
lain, dan harapan akan cinta yang tidak dapat mereka ekspresikan. Dalam
sejumlah kasus, sensitivitas diekspresikan dengan perasaan yang mendalam
terhadap binatang daripada terhadap sesama.
D.
Gangguan
Kepribadian yan Ditandai oleh Perilaku Cemas atau Ketakutan
Kelompok gangguan keperibadian ini mencaku
tipe menghindar, dependen (Submissive) dan obsesif-kompulsif. Meskipun ciri
dari masing-masing gangguan ini berbeda, gangguan ini sama-sama memiliki
komponen berupa rasa takut atau kecemasan.
1. Gangguan Kepribadian Menghindar
Etiologi : datang dari
lingkungan keluarga yang menolak dan sering mencela.
Tindakan-tindakan yang diekspresikan : memandang lingkungan dengan penuh kehati-hatian, karena
lingkungan sosial dipandang secara potensial akan mendatangkan ancaman,
terutama karena adanya kekhawatiran dirinya akan dicemoohkan, oleh karena itu
ia akan bereaksi secara berlebihan terhadap kejadian-kejadian yang sesungguhnya
tidak membahayakan.
Perilaku interpersonal : subyek memiliki riwayat kecemasan yang berlebihan
disertai ketidakpercayaan yang tinggi terhadap orang lain; namun disisi lain
mengharapkan adanya penerimaan diri dari lingkungan, akan tetapi individu yang
bersangkutan senantiasa akan menjaga jarak dan privasinya dengan orang lain;
tindakan tersebut sebagai bentuk antisipasi dan kekhawatiran untuk memperoleh
penghinaan dari orang lain.
Kognitif style : subyek sangat
terpaku terhadap kesulitan-kesulitan yang dialaminya; pikiran-pikirannya mudah
kacau, jalan berpikirnya seringkali tidak relevan, gagasan-gagasan yang
dimunculkan sering menyimpang, meskipun kesimpulan yang diperolehnya berangkat
dari hasil komunikasi dengan lingkungan sosialnya.
Mekanisme regulasi : fantasi : bergantung secara berlebihan pada imajinasi
untuk mencapai kepuasan maupun untuk penyelesaian konflik-konflik yang
dialaminya: dalam arti dia berusaha untuk memperoleh rasa aman dan pengendalian
impuls-impuls agresi ke dalam angan-angan.
Self image : alienated ;
terlihat sebagai seseorang yang terisolasi dan merasa ditolak oleh orang lain;
terjadi penurunan kemampuan penilaian diri, serta mengalami perasaan
kesendirian dan kekosongan, dan terjadinya depersonalisasi.
Gambaran tentang objek : veatious :
menggambarkan kondisi internal yang mengalami ingatan-ingatan yang
bertentangan, disertai terbatasnya kesempatan untuk memperoleh kepuasan, serta
sedikitnya kemampuan mekanisme untuk mengalihkan kebutuhan-kebutuhannya, serta
lebih dibutakan oleh impuls-impulsnya, daripada kemampuan untuk penyelesaian
konflik atau menghindari dari tekanan eksternal.
Morphologic : fragile : terjadi kompleksitas atas emosi-emosi yang
membahayakan yang berlangsung secara berulang-ulang, dengan modalitas dan
kemampuan pemecahan masalah yang terbatas; dalam arti pada saat menghadapi
masalah biasanya dilakukan dalam bentuk menghindar, menjauhi, atau melalui
fantasi. Oleh karena itu ketika dihadapkan pada situasi yang mendatangkan stres
yang tidak terantisipasikan, subyek hanya memiliki sedikit energi untuk
mengatasinya, sehingga subyek akan dengan mudah subyek mengalami regresi ke
arah decompensasi.
Mood/temperamen : anguished : subyek menunjukkan diri sebagai orang yang mengalami
kebingungan atas ketegangan-ketegangan yang terpendam, antara kesedihan dan
kemarahan, serta keinginan untuk memperoleh afeksi, serta ketakutan akan
kekasaran dan kekerasan dari orang lain.
Orang
dengan gangguan kepribadian menghindar dangat ketakutan akan penolakan dan
kritik sehingga mereka umumnya tidak ingin memasuki hubungan tanpa adanya
kepastian akan penerimaan. Sebagai hasilnya mereka hanya memiliki sedikit teman dekat di luar keluarga
inti. Mereka juga cenderung menghindari pekerjaan kelompok atau aktivitas
rekreasi karena takut akan penolakan. Mereka lebih suka makan sendiri di meja
mereka. Mereka mengindari piknik atau pesta perusahaan, kecuali bila mereka
merasa sangat yakin akan diterima. Gangguan kepribadian menghindar, yang muncul dalam proporsi sama
pada laki-laki dan perempuanm diyakini menimpa antara 0,5% hingga 1% dari
populasi umum (APA,2000).
Tidak
seperti orang dengan karakteristik skizoid, yang juga memiliki ciri menarik
diri secara sosial, individu dengan gangguan kepribadian menghindar memiliki
minat dan perasaan akan kehangatan pada orang lain. Meskipun demikian,
ketakutan akan penolakan menghalangi mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka
akan afeksi dan penerimaan. Dalam situasi sosial, mereka cenderung merapat pada
dinding dan menghindari percakapan dengan orang lain. Mereka takut dipermalukan
di depan umum, berfikiran bahwa orang lain akan melihat mereka merona,
menangis, atau bertindak gugup. Mereka cenderung terikat dengan rutinitas
mereka dan melebih-lebihkan resiko atau uaha dalam mencoba hal-hal baru. Mereka
menolak datang ke pesta yang harus menempuh perjalanan selama satu jam dengan
alasan bahwa pulang ke rumah larut malam akan sangat melelahkan.
Perhatikan
contoh kasus dibawah ini;
Sebuah
kasus Gangguan Kepribadian Menghindar
Harold, seorang pegawai akuntansi
berusia 24 tahun, telah berkencan dengan beberapa perempuan, dan ia bertemu
dengan mereka melalui perkenalan
keluarga. Ia tidak pernah merasa cukup percaya diri untuk mendekati perempun
seorang diri. Mungkin sifat malunya yang pertama kali menarik hati Stacy.
Stacy, seorang sekretari berusia 22 tahun, bekerja bersebelahan dengan Harold
dan bertanya apakah suatu saat ia ingin keluar bersama setelah kerja. Pada
awalnya Harold menolak, mengemukakan sejumlah alasan, namun saat Stacy
mengajaknya kembali seminggu kemudian, Harod setuju, berfikir bahwa Stacy pasti
sungguh-sungguh menyukai dirinya bila Stacy bersedia mengejarnya. Hubunan terbina
secara cepat, dan segera mereka berkencan hampir setiap malam. Meskipun
demikian, hubungan tersebut tampak tegang. Harold menginterpretasikan setiap
keraguan ringan dalam nada suara Stacy sebagai kurangnya minat. Ia berulang
kali mempertanyakan kepastian bahwa Stacy peduli padanya, dan ia mengevaluasi
setiap kata dan gerak sebagai bukti dari perasaan Stacy. Bila Stacy mengatakan
bahwa ia tidak bisa bertemu dengannya karena lelah atau sakit, ia berasumsi
bahwa Stacy menolaknya an ia mencari kepastian lebih jauh lagi. Setelah
beberapa bulanm Stacy memutuskan bahwa ia tidak dapat lagi menerima perlakuan
Harold, dan hubungan berakhir. Harold, beranggapan bahwa Stacy tidak pernah
benar-benar peduli padanya.
Ada
tumpang tindih yang cukup besar antara gangguan kepribadian menghindar dengan
fobia sosial, terutama dengan subtipe fobia sosial yang parah yang mencakup
pola menyeluruh dari fobia sosial (ketakutan yang tidak rasional dan berlebihan
pada hampir semua situasi sosial) (Turner, Beidel, & Townsley, 1992;
Widiger, 1992). Meskipun bukti penelitian menunjukan bahwa banyak kasus fobia
sosial menyeluruh terjadi tanpa adanya gangguan kepribadian menghindar (Holt,
Heimberg, & Hope, 1992), relayif sedikit kasus dari kepribadian menghindar
yang muncul tanpa kehadiran fobia sosial menyeluruh ( Widiger,1992). Jadi
gangguan kepribadian menghindar dapat mencerminkan bentuk yang lebih parah dari
fobia sosial (Hoffman dkk., 1995). Namun, panel ilmiah masih mempertanyakan
apakah gangguan kepribadian menghindar sebaiknya dianggap sebagai bentuk yang
parah dari fobia sosial menyeluruh atau kategori diagnostik yang berbeda
sebagaimana kini digolongkan.
2. Gangguan Kepribadian Dependen (Submissive)
Etiologi : datang dari lingkungan keluarga yang sangat melindungi.
Tindakan-tindakan yang diekspresikan: merasa tidak
kompeten: menampilkan suatu sikap yang sangat patuh dan pasif, kurang
keberanian untuk penegasan diri, serta menunjukkan cenderung untuk menghindar
dari tugas dan tanggung jawab sebagai individu dewasa.
Perilaku interpersonal :
submissive (patuh) : kebutuhan untuk menjadi bawahan dari orang
yang kuat, cenderung akan mempertahankan figur otoritas sebagai tempat
berlindung. oleh karena itu dia bersikap sangat patuh, dan selalu mengalah
terhadap otoritas, dan dia selalu mencari ketentraman dengan mengorbankan
dirinya.
Kognitif style : naive :
mudah dipengaruhi, tidak memiliki kecurigaan terhadap orang lain, mudah ditipu;
subyek tidak menampakkan kesedihan yang mengarah pada kesulitan dalam relasi
interpersonalnya. subyek menunjukkan kelemahan di dalam menghadapi
permasalahan-permasalahan obyektif, sehingga permasalahan kecil yang
dihadapinya sering secara berangsur-angsur menjadi semakin sulit.
Mekanisme regulasi :
introjection: menunjukkan ketergantungan pada orang lain ; dalam
arti untuk memperkuat keyakinan diri, serta meningkatkan eksistensinya dengan
cara membuang jauh-jauh persepsinya kearah individu independent, serta
menghindari untuk membuka konflik dan pertentangan dengan orang lain, di dalam
relasi sosialnya.
Self image : merasa tidak tepat: memandang diri sebagai orang yang
lemah, mudah pecah, tidak adekuat, disertai kepercayaan diri yang lemah, dan
merasa diri tidak kompeten.
Gambaran tentang objek :
immature : gambaran internalnya ditandai dengan gagasan-gagasan
sederhana, serta ingatan-ingatan yang tidak lengkap, serta dorongan-dorongan
yang kurang sempurna, disertai impuls-impuls kekanak-kanakannya. Di samping
itu, individu tersebut menunjukkan sedikit kompetensi untuk mengatasi dan
menyelesaikan stres-stres yang dihadapinya.
Morphologic : inchoate:
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, serta tugas-tugasnya sebagai seorang
dewasa, dia akan menggantungkan tanggung jawabnya terhadap orang lain;
kemampuan mekanisme internal maupun kemampuan mengatur kendali serta beragam
proses adaptasinya tidak berkembang dengan baik; demikian pula subyek tidak menunjukkan
kemampuan untuk membeda-bedakan permasalahan yang dihadapi, serta fungsi dari
sistem untuk menjadi pribadi independet tidak berkembang.
Mood/temperamen : pacific:
tidak pemarah, tidak adanya sikap kompetitif; serta menunjukkan cenderung untuk
menghindari ketegangan sosial maupun konflik-konflik interpersonal.
Gangguan
kepribadian dependen menggambarkan orang yang memiliki kebutuhan yang
berlebihan untuk diasuh oleh orang lain. Hal ini membuat mereka menjadi sangat
patuh da melekat dalam hubungan mereja serta sangat takut akan perpisahan.
Orang dengan gangguan ini merasa sangat sulit melakukan segala sesuatu sendiri
tanpa bantuan dari orang lain. Merek mencari saran dalam membuat keputusan yang
paling kecil sekalipun. Anak-anak atau remaja dengan masalah ini mencari orang
tua mereka untuk memilihkan pakaian, makanan, sekolah atau kampus, bahkan
teman-teman mereka. Orang dewasa dengan gangguan ini membiarkan orang lain
mengambil keputusan saoai membiarkan orang tua mereka menentukan dengan siapa
mereka akan menikah, seperti dalam kasus Mathew:
Sebuah Kasus
Gangguan Kepribadian Dependen (Submissive)
Matthew, akuntan
lajang berusia 34 tahun yangtinggal dengan ibunya, mencari pertolongan saat
berhubungan dengan kekasihnya berakhir. Ibunya keberatan akan pernikahan karena
kekasihnya berbeda agama, dan-karena “darah lebih kental daripada air”- Matthew
menyetujui keinginan ibunya lalu mengakhiri hubungan tersebut. Namn ia marah
pada dirinya sendiri dan pada ibunya karena ia merasa ibunya terlalu posesif
bahkan untuk memberinya izin menikah. Ia menggambarkan ibunya sebagai perempuan dominan yang
“memiliki kontrol untuk membuat keputusan” dalam keluarga dan yang memutuskan
segala hal menurut caranya. Matthew bingung antara marah dengan ibunya dan
berfikir bahwa munkin ibunya tahu apa yang terbaik untuknya.
Posisi
Matthew di kantor berada beberapa tingkat di bawah yang bisa diharapkan dari
seseorang dengan bakat dan tingkat pendidikannya. Beberapa kali ia menolak
promosi untuk menghindari tanggung jawab yang lebih besar yang menuntutnya
untuk menyelia orang lain dan membuat keputusan mandiri. Ia membina hubungan
dekat dengan dua orang teman sejak awal masa kanak-kanak dan selalu makan siang
dengan slaah satu dari mereka setiap hari kerja. Suatu hari temannya memberi
kabar bahwa ia sedang sakit, Matthew merasa kebingungan. Sepanjang hidupnya
dihabiskan dengan tinggal di rumah, kecuali ketika harus kuliah selama satu
tahun. Dan dia pulang ke rumah karena rindu rumah.
-
Diadaptasi dari Spitzer dkk., 1994, hal 179-180
Setelah menikah, orang dengan gangguan
kepribadian dependen akan bergantung pada pasangannya untuk membuat keputusan
seperti dimana mereka akan tinggal, tetangga mana yang bisa dijadikan teman,
bagaimana mereka harus mendisiplinkan anak-anak, pekerjaan seperti apa yang
harus mereka ambil, bagaimana mereka harus membuat anggaran rumah tangga, dan
ke mana sebaiknya mereka berlibur. Seperti Matthew, individu dengan gangguan
kepribadian dependen menghindari posisi bertanggung jawab. Mereka menolak
tantangan dan promosi serta bekerja di bawah potensi mereka. Mereka cenderung
sangat sensitif terhadap kritikan serta terpaku pada rasa takut akan penolakan dan
pencampakan. Mereka dapat merasa hancur karena berakhirnya suatu hubungan dekat
atau karena adanya kemungkinan untuk menjalani hidup sendiri. Karena takut akan
penolakan, mereka sering menomorduakan keinginan dan kebutuhan mereka demi
orang lain. Mereka setuju akan pernyataan yang aneh tentang diri mereka sendiri
dan melakukan hal-hal yang merendahkan diri untuk menyenangkan orang lain.
Meskipun gangguan kepribadian dependen
ini lebih sering didiagnosis pada perempuan (APA,2000;Bornstein,1997), tidaklah
jelas akan adanya perbedaan mendasar dalam prevalensi gangguan antara laki-laki
dan perempuan (Corbitt & Widiger, 1995). Diagnosis sering kali dikenakan
pada perempuan yang karena takut dicampakkan, menoleransi suami mereka yang
terang-terangan berselingkuh, menganiaya mereka, atau menggunakan keuangan
keluarga untuk berjudi. Perasaan tidak adekuat dan putus asa mendasar
melumpuhkan mereka untuk mengambil langkah-langkah efektif. Dalam suatu
lingkaran setan, kepasifan mereka mendorong penganiayaan lebih lanjut, membuat
mereka semakin merasa tidak adekuat dan putus asa. Diagnosis yang diberikan
kepada perempuan dengan pola ini dianggap kontroversi dan tampak tidak adil
seolah “menyalahkan korban,” karena perempuan dalam masyarakat kita sering
disosialisasikan untuk berperan dependen. Panel yang digelar oleh American
Psychological Association mencatat bahwa perempuan juga menghadapi stress yang
lebih besar daripada laki-laki dalam kehidupan kontemporer (Goleman, 1990b).
Terlebih karena perempuan umumnya menghadapi tekanan sosial yang lebih besar
untuk menghadapi menjadi pasif, lembut, atau penuh penghormatan daripada
laki-laki, perilaku dependen pada perempuan dapat merefleksikan pengaruh budaya
dan bukan gangguan kepribadian.
3. Gangguan
Kepribadian Obsesif Kompulsif
Etiologi: orangtua
yang overcontrol dengan senantiasa menekankan pada hukuman.
Tindakan-tindakan
yang diekspresikan: disiplin:
kegiatannya teratur, mengulang-ulang aktivitasnya dengan pola yang teratur,
menunjukkan kesetiaan yang berlebihan terhadap aturan, serta melakukan
aktivitas dengan sempurna.
Perilaku
interpersonal : penuh rasa hormat:
menampilkan kesetiaan yang berlebihan, lebih menyukai sopan santun, relasinya
formal dan menunjukkan pribadi yang baik.
Kognitif
style : constricted:
memandang dunia yang terbangun di dalam pemikiran-pemikirannya dengan istilah
aturan-aturan, regulasi-regulasi, jadwal-jadwal, yang secara teratur dan
bertingkat, tanpa imajitatif, dan keragu-raguan, terutama kekhawatiran dirusak
oleh sesuatu yang tidak dikenalnya atau ideal-idea dan adat istiadat baru.
Mekanisme
regulasi : reaksi formasi:
mengulang-ulang pemikiran, serta secara sosial perilakunya dapat dihargai
sebagai individu dengan disiplin tinggi, yang secara diametrik terjadinya
pertentangan yang begitu mendalam antara kemarahan atas larangan dan kecemasan
terhadap orang lain, dengan menampilkan sesuatu perilaku yang dinilai layak
ditampilkan di lingkungan sekitarnya.
Self image :
conscientious;
melihat diri sebagai orang yang rajin, dapat dipercaya, teliti, efisien; takut
berbuat kesalahan atau penilaian yang berlebihan pada diri yang ditampilkan
dengan disiplin, kesempurnaan, kebijaksanaan, dan kesetiaan.
Gambaran
tentang objek : conceal (tersembunyi):
menggambarkan kondisi internal yang berkaitan dengan afeks, sikap, dan kegiatan
yang dalam konteks dengan persetujuan dari lingkungan sosialnya, yang
mengizinkannya untuk mengekpresikan perilakunya, serta kepuasannya yang
dihasilkan dari regulasi yang sangat tinggi, berusaha untuk menghambat dan
mengendalikan impuls-impuls yang dilarang, membuat ikatan yang lebih erat
antara pribadi, disertai penyangkalan atas konflik-konfliknya di bawah kendali
yang sangat kuat.
Morphologic
: compartmentalized struktur psikis
rigid, serta terorganisasikan ke dalam sistem yang dikonsolidasikan dengan
sangat ketat, dalam sejumlah sekat-sekat yang konstalasi terpisah antara
dorongan, ingatan, dan kognisi, dengan hanya sedikit membuka saluran yang dapat
diijinkan diantara komponen-komponen tersebut.
Mood/temperamen
:
solemn:
tidak relax, tegang, serta kehilangan kesenangan dan sering cemberut; perasaan
kehangatan terhambat dan mengambil banyaknya emosi di bawah kendali yang sangat
ketat.
Ciri yang menggambarkan gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif meliputi derajat keteraturan yang berlebihan, kesempurnaan,
kekakuan, kesulitan melakukan coping dengan ketidakpastian, kesulitan
mengekpresikan perasaan, dan mendetail dalam kebiasaan kerja. Sekitar 1% dari
sampel komunitas didagnosis dengan gangguan ini (APA,2000). Gangguan ini dua kali
lebih umum ditemui pada laki-laki
daripada perempuan. Tidak seperti gangguan kecemasan obsesif-kompulsif,
orang dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak haru mengalami obsesi
atau kompulsi secara sekaligus. Jika mereka demikian, kedua diagnosis mungkin
dirasa lebih tepat.
Orang
dengan gangguan obsesif-kompulsif sangat terpaku pada kebutuhan akan
kesempurnaan sehingga mereka tidak dapat emnyelesaikan segala sesuatu tepat
waktu. Apa yang mereka lakukan pasti gagal memenuhi harapan mereka, dan mereka
memaksa diri untuk mengerjakan ulang pekerjaan mereka. Atau mereka daoat
merenungkan bagaimana menyusun priorotas tugas-tugas mereka dan tidak pernah
tampak mulai bekerja. Mereka befokus pada detail yang orang lain anggap sebagai
hal yang kurang penting. Seperti kata pepatah, mereka sering kali aggal meihat
hutan karena adanya pepohonan. Kekakuan mereka mengganggu hubungan sosial
mereka; mereka memaksa melakukan hal-hal sesuai dengan cara mereka sendiri
daripada berkompromi. Antusiasme yang besar akan pekerjaan menjauhkan mereka
dari partisipasi dalam, atau menikmati, aktivitas sosial dan waktu senggang.
Mereka cenderung perhitungan dengan uang. Mereka merasa sulit untuk membuat
keputusan yang salah. Mereka cenderung terlalu dalam masalah moralitas dan etika
karena kekakuan dalam kepribadian dan bukan karena memegang teguh keyakinan.
Mereka cenderung sangat formal dalam hubungan dan merasa sulit mengekspresikan
perasaan. Sulit bagi mereka untuk bersantai dan menikmati aktivitas yang
menyenangkan; merasa khawatir akan biaya dari aktivitas senggang tersebut.
·
Nevid,Jeffrey S., & Rathus,Spencer,A., & Greene, B.
(2005) Psikologi Abnrmal Edisi Kelima
Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga
·
Komentar
Posting Komentar